
“Boro-boro” seneng, kalo cuma mikir untung hidup ini jadi tersiksa plus gampang stres. Percaya dech! Ngomong-ngomong tentang untung, pengusaha muda kali ini akan berbagi pengalaman dengan kamu tentang arti keuntungan yang sebenarnya. Namanya Mas Muhammad Rodhi atau akrab disapa Mas Rodhi. Dia ini salah satu pengusaha eksportir furnitur dari Klaten lho. Produk-produk miliknya telah dinikmati orang-orang Amerika dan Autralia. Setiap bulan, ia mengirim 1 hingga 2 kontener furniter ke dua negara tersebut. Hebat nggak?
Dari Sopir Jadi Pengusaha

Tapi prinsip ini tidak selamanya mulus. Setelah lulus kuliah, Mas Rodhi malah jadi sopir kayu dan meubel. Nggak nyambung dong dengan jurusannya? Ya begitulah kenyataan yang harus dialami Mas Rodhi selama 2 tahun setelah kelulusannya. Bahkan ia sering defisit karena telat menerima gaji. Ia berkata, “Wah, jadi sopir kala itu sering nggak enak kok. Kadang kita dah semangat banget kerja dan kerjaan selesai, eh ternyata diutang dua minggu.” Tapi pekerjaan itu tetap dijalankan karena bukan hanya uang yang ia inginkan melainkan ilmu, pengalaman, dan relasi yang diharapkan.
Kesulitan demi kesulitan itu akhirnya membuat Mas Rodhi menggagas usaha bersama salah satu kerabatnya. Ya, usaha furniture tepatnya. Di samping karena di daerahnya terkenal furniture berkualitas, ia telah banyak mendapatkan pelajaran berharga saat menjadi sopir furniture dan kayu. Dan yang paling penting, ia sudah memiliki banyak relasi. Berawal dari itu, maka ia kumpulkan modal dan mengumpukan tenaga baru untuk membuka usaha. Maka tepat pada bulan Februari 2008 lahirlah pengusaha furniture baru dengan penjualan awal 1 kontener ke Amerika
Gaji Mepet dan Diusilin

Parahnya lagi, untung mepet masih ditambah dengan sikap beberapa pihak yang suka usil. Ada pihak yang seharusnya memberikan pengamanan malah minta jatah komisi. Lembaga yang seharusnya menjamin kelangsungan usaha malah minta jatah bulanan. Dan yang bikin sebel, pihak pengiriman barang yang suka menentukan kebijakan semaunya sendiri. Mas Rodhi berkata, “Kadang ada pihak yang malah minta jatah sampe 50 ribu padahal mereka sudah digaji pemerintah. Dan yang bikin kesel itu adalah perusahaan jasa pengiriman barang. Mereka suka menentukan kebijakan semaunya. Kalo kita terlambat beberapa jam saja kita di denda sampai jutaan rupiah, tapi kalo mereka yang terlambat mereka nggak mau ganti rugi, maaf pun nggak minta. Kerjasama dengan perusahaan Norwegia juga batal gara-gara mereka masang tarif pengiriman terlalu tinggi.”
Tentu masih banyak hal menyakitkan yang dialami Mas Rodhi saat menjalankan usahanya. Jika usaha itu cuma diukur dari keuntungan materi maka usaha semacam ini akan cepat ditutup. Tapi karena ada nilai lebih mahal dari keuntungan materi yang diperoleh maka usaha Mas Rodhi tetap dijalankan. Dalam benaknya terbesit, bagaimana jika karyawannya yang kini telah mencapai 60 orang itu menganggur tanpa penghasil? Tentu mereka akan mengalami kesulitan hebat. (adin) [sumber asli : http://majalah-elfata.com/index.php?option=com_content&task=view&id=329&Itemid=87 ]