Bisnis Lebih dari Sekadar Untung

Sabtu, 14 Maret 2009

Bisnis Lebih dari Sekadar Untung

Siapa sih yang nggak pengin dapat untung banyak dan menikmati berbagai macam fasilitas menawan dari usahanya? Tentu semua pengin dong! Bahkan orang yang belum punya usaha sekalipun tetep pengin dapat untung. Tapi, apakah usaha itu cuma biar dapat untung? Jika hanya untung dan untung yang pengin kamu raih saat membuka usaha maka usaha kamu itu akan terasa hambar.

“Boro-boro” seneng, kalo cuma mikir untung hidup ini jadi tersiksa plus gampang stres. Percaya dech! Ngomong-ngomong tentang untung, pengusaha muda kali ini akan berbagi pengalaman dengan kamu tentang arti keuntungan yang sebenarnya. Namanya Mas Muhammad Rodhi atau akrab disapa Mas Rodhi. Dia ini salah satu pengusaha eksportir furnitur dari Klaten lho. Produk-produk miliknya telah dinikmati orang-orang Amerika dan Autralia. Setiap bulan, ia mengirim 1 hingga 2 kontener furniter ke dua negara tersebut. Hebat nggak?

Dari Sopir Jadi Pengusaha
Cerita perjalanan pengusaha “lajang” satu ini berawal ketika ia duduk di tiga bangku kuliah. Lho kok bisa tiga? Iya dong. Mas Rodi kuliah di jurusan Sastra Jawa UGM, Hukum UGM, dan Akuntansi AA YKPN. Sayang hanya ijazah sarjana Akuntansi AA YKPN yang berhasil ia rebut, yang lain gagal. Baginya, kuliah itu lebih untuk mencari relasi dan pengalaman aja kok. Makanya, ia bener-bener manfaatin masa kuliah untuk cari temen sebanyaknya meskipun nggak lulus secara akademik. “Dalam dunia kerja itu, ilmu yang diperoleh dari bangku kuliah itu cuma 25 % yang digunakan. Lima puluh persen yang lain adalah relasi dan 25 %-nya kerja keras. Makanya, aku berusaha banyak temen.” Ungkap Mas Rodhi.

Tapi prinsip ini tidak selamanya mulus. Setelah lulus kuliah, Mas Rodhi malah jadi sopir kayu dan meubel. Nggak nyambung dong dengan jurusannya? Ya begitulah kenyataan yang harus dialami Mas Rodhi selama 2 tahun setelah kelulusannya. Bahkan ia sering defisit karena telat menerima gaji. Ia berkata, “Wah, jadi sopir kala itu sering nggak enak kok. Kadang kita dah semangat banget kerja dan kerjaan selesai, eh ternyata diutang dua minggu.” Tapi pekerjaan itu tetap dijalankan karena bukan hanya uang yang ia inginkan melainkan ilmu, pengalaman, dan relasi yang diharapkan.

Kesulitan demi kesulitan itu akhirnya membuat Mas Rodhi menggagas usaha bersama salah satu kerabatnya. Ya, usaha furniture tepatnya. Di samping karena di daerahnya terkenal furniture berkualitas, ia telah banyak mendapatkan pelajaran berharga saat menjadi sopir furniture dan kayu. Dan yang paling penting, ia sudah memiliki banyak relasi. Berawal dari itu, maka ia kumpulkan modal dan mengumpukan tenaga baru untuk membuka usaha. Maka tepat pada bulan Februari 2008 lahirlah pengusaha furniture baru dengan penjualan awal 1 kontener ke Amerika

Gaji Mepet dan Diusilin
Meskipun telah menjadi eksportir furniture, bukan berarti Mas Rodhi mendapatkan gaji bulanan yang paling banyak. Hingga satu tahun perjalanan usahanya, gajinya masih bersaing dengan pegawainya yang masih berkisar 1 juta rupiah. Kenapa begitu? Ya, memang Mas Rodhi nggak mau meraup banyak untung sementara pekerjanya menderita. Baginya, memberikan lapangan kerja bagi orang lain itu lebih mahal daripada keuntungan materi yang berlipat. Bahkan, sering ia harus nombok gara-gara nutup biaya gaji karyawannya yang mencapai 20 orang. “Aku dulu merasakan cari kerja itu susah sekali. Sekarang bisa memberikan pekerjaan pada orang lain itu senang sekali. Meskipun gaji bulanan yang saya terima sama dengan pegawai saya.” curhat Mas Rodhi kepada Elfata.

Parahnya lagi, untung mepet masih ditambah dengan sikap beberapa pihak yang suka usil. Ada pihak yang seharusnya memberikan pengamanan malah minta jatah komisi. Lembaga yang seharusnya menjamin kelangsungan usaha malah minta jatah bulanan. Dan yang bikin sebel, pihak pengiriman barang yang suka menentukan kebijakan semaunya sendiri. Mas Rodhi berkata, “Kadang ada pihak yang malah minta jatah sampe 50 ribu padahal mereka sudah digaji pemerintah. Dan yang bikin kesel itu adalah perusahaan jasa pengiriman barang. Mereka suka menentukan kebijakan semaunya. Kalo kita terlambat beberapa jam saja kita di denda sampai jutaan rupiah, tapi kalo mereka yang terlambat mereka nggak mau ganti rugi, maaf pun nggak minta. Kerjasama dengan perusahaan Norwegia juga batal gara-gara mereka masang tarif pengiriman terlalu tinggi.”

Tentu masih banyak hal menyakitkan yang dialami Mas Rodhi saat menjalankan usahanya. Jika usaha itu cuma diukur dari keuntungan materi maka usaha semacam ini akan cepat ditutup. Tapi karena ada nilai lebih mahal dari keuntungan materi yang diperoleh maka usaha Mas Rodhi tetap dijalankan. Dalam benaknya terbesit, bagaimana jika karyawannya yang kini telah mencapai 60 orang itu menganggur tanpa penghasil? Tentu mereka akan mengalami kesulitan hebat. (adin) [sumber asli : http://majalah-elfata.com/index.php?option=com_content&task=view&id=329&Itemid=87 ]

Tidak ada komentar: